Tragedi Gizi Buruk di Kabupaten Bogor: Kematian Ahmad Maulana Soroti Kelemahan Penanganan Stunting

BOGOR I REPUBLIKNEWS.NET – Tragedi Gizi Buruk di Kabupaten Bogor, Kematian Ahmad Maulana anak delapan tahun asal Parung Panjang, Kabupaten Bogor, akibat gizi buruk dan infeksi paru-paru, mengungkap kelemahan sistem dalam penanganan stunting di wilayah ini.

Ketua Markas Pejuang Bogor (MPB), Atiek Yulis Setyowati, menilai kejadian ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah yang memiliki anggaran besar, tetapi gagal menyelesaikan masalah mendasar.

“Di mana peran pemerintah? Kasus ini telah diketahui sejak usia 1,2 tahun. Namun hingga ia meninggal dunia, tidak ada bantuan nyata yang dirasakan oleh keluarganya,” ungkap Atiek dalam keteranganya, Minggu (26/1/2025).

Atiek menyebutkan, masalah stunting dan gizi buruk saling berkaitan tetapi memiliki perbedaan mendasar. Stunting adalah akibat dari kekurangan gizi kronis dalam jangka panjang.

Sedangkan gizi buruk atau severe wasting dipicu oleh kurangnya asupan gizi akut yang berujung pada penurunan berat badan ekstrem.

Meskipun berbagai program telah diluncurkan, seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan alokasi Dana Desa, nyatanya kasus seperti Ahmad Maulana terus terjadi.

“Dengan anggaran sebesar itu, tidak seharusnya ada anak yang meninggal akibat kekurangan gizi. Namun kenyataan di lapangan justru menunjukkan hal sebaliknya,” kritik Atiek, menyoroti ketimpangan antara anggaran besar dan minimnya hasil yang dicapai.

Atiek juga mempertanyakan efektivitas pemerintah desa dalam menangani keluarga miskin ekstrem yang berisiko tinggi terhadap gizi buruk. Menurutnya, kepala desa memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan seluruh keluarga yang membutuhkan mendapat bantuan sosial yang memadai.

“Apakah keluarga Ahmad Maulana sudah terdaftar dalam program seperti BPNT (Bantuan Pangan Non-Tunai)? Jika belum, itu adalah kelalaian yang fatal,” tegas Atiek.

Ia menambahkan, pemerintah desa tidak boleh hanya mengandalkan data statis. Perlu ada langkah aktif untuk mendeteksi kasus Tragedi Gizi Buruk di Bogor ini sejak dini agar bantuan dapat diberikan sebelum terlambat.

Menurut Atiek, alokasi anggaran harus dievaluasi secara menyeluruh untuk memastikan penggunaannya tepat sasaran. “Dana Desa harus diprioritaskan bagi keluarga miskin yang anak-anaknya berisiko terkena stunting atau gizi buruk,” katanya.

Ia juga meminta monitoring dan evaluasi dilakukan secara ketat untuk menghindari potensi penyalahgunaan anggaran.

Atiek menyerukan agar pemerintah daerah tidak hanya fokus pada solusi jangka pendek, tetapi juga membangun sistem pencegahan yang kuat dan berkelanjutan.

“Edukasi gizi bagi keluarga, pendataan akurat, serta distribusi bantuan yang tepat sasaran harus menjadi prioritas,” tambahnya.

Menurut Atiek, pencegahan lebih baik dibandingkan penanganan setelah masalah menjadi serius. Kematian Ahmad Maulana, menurut Atiek, bukan hanya tragedi keluarga, tetapi juga cerminan dari kegagalan sistemik yang membutuhkan perhatian lebih serius.

Ia mengingatkan pemerintah agar segera melakukan introspeksi dan menjadikan kejadian ini sebagai pelajaran untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Atiek menegaskan, penanganan stunting dan gizi buruk memerlukan kolaborasi yang solid antara Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, dan pemerintah desa. Tanpa kerja sama yang baik, upaya penanganan masalah ini hanya akan berakhir sebagai program di atas kertas tanpa hasil nyata.

Pemerintah Kabupaten Bogor diharapkan dapat memastikan semua anak memiliki kesempatan untuk tumbuh sehat dan mengakses kebutuhan gizi yang cukup.

“Tidak boleh ada lagi anak yang meninggal hanya karena kekurangan gizi. Setiap anak berhak memiliki masa depan yang cerah,” kata Atiek dengan penuh harapan.

Ia juga menekankan bahwa anggaran untuk stunting dan gizi buruk harus dilihat sebagai investasi jangka panjang bagi masa depan bangsa.

Dengan memastikan anak-anak tumbuh sehat, pemerintah sebenarnya sedang membangun generasi yang lebih produktif dan mandiri.

Atiek mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitarnya, terutama keluarga miskin yang membutuhkan bantuan.

“Kita semua memiliki tanggung jawab untuk membantu mereka yang membutuhkan. Jangan menunggu sampai ada tragedi baru bertindak,” katanya.

Kematian Ahmad Maulana harus menjadi pengingat bagi semua pihak untuk bekerja lebih keras dalam menangani stunting dan gizi buruk.

“Dengan kolaborasi yang baik dan pengelolaan anggaran yang tepat, diharapkan tidak ada lagi anak yang harus kehilangan masa depannya karena masalah yang seharusnya bisa dicegah,” tutupnya.*/Alf/ck

data-ad-format="auto" data-full-width-responsive="true">

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

data-ad-format="auto" data-full-width-responsive="true">