JAKARTA|republiknews – Kontroversi Usulan Menag, Pandangan kritis disampaikan oleh Imam Shamsi Ali, seorang tokoh Muslim asal Amerika, terkait arahan Menteri Agama (Menag) Gus Yaqut Cholil Qoumas yang mengusulkan penggunaan speaker dalam salat Tarawih di dalam masjid. Komentar Imam Shamsi Ali mencerminkan kekhawatiran terhadap implikasi kebijakan tersebut terhadap praktik keagamaan di masyarakat.
Dalam tanggapannya, Shamsi Ali menyampaikan bahwa di beberapa kota di Amerika, azan dapat didengarkan di luar lingkungan masjid.
“Berbeda dengan kita, di beberapa kota di Amerika, azan bisa terdengar di luar area Masjid,” ungkap Shamsi Ali dalam pernyataannya di platform X @ShamsiAli2 (8/3/2024).
Meskipun Indonesia, sebagai negara dengan jumlah Muslim terbesar di dunia, justru menginginkan agar bacaan Tarawih hanya terdengar di dalam ruang masjid.
“Ini di Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbanyak di dunia, justru diminta agar suara Tarawih hanya terdengar di dalam masjid,” katanya dengan rasa keheranan.
Imam Shamsi Ali dengan tegas mengajukan pertanyaan mengenai landasan logika dari arahan Menteri Agama, Gus Yaqut Cholil Qoumas.
Shamsi Ali ingin memahami alasan di balik larangan suara bacaan Tarawih keluar masjid, serta apakah tindakan tersebut memiliki potensi merugikan atau mengganggu orang lain.
“Dimana kejelasan logika dari Menteri Agama ini ? Apa alasan di balik pembatasan suara bacaan yang tidak boleh keluar? Adakah selama ini menyebabkan kerugian bagi orang lain?” tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas merilis edaran terkait pelaksanaan ibadah Ramadan dan Idulfitri 1445 H. Beliau mengajak umat Islam untuk senantiasa merawat solidaritas dan toleransi, terutama di tengah kemungkinan perbedaan awal puasa.
Sidang isbat awal Ramadan 1445 H yang dijadwalkan oleh pemerintah pada 10 Maret 2024 menjadi fokus perhatian umat Islam di Indonesia. Melalui sidang ini, akan ditentukan kapan resmi dimulainya bulan suci Ramadan, apakah pada 11 atau 12 Maret.
Pententuan awal Ramadan bukan hanya menjadi agenda pemerintah, tetapi juga menjadi perhatian dari berbagai lembaga dan kelompok keagamaan. Majelis Tarjih Pengurus Pusat Muhammadiyah telah lebih dahulu mengambil keputusan untuk memulai puasa Ramadan pada tanggal 11 Maret 2024.
Namun, kompleksitas muncul ketika sebagian jemaah tarekat menyatakan niat untuk memulai ibadah puasa sehari sebelumnya, yaitu pada 10 Maret 2024. Perbedaan pendapat ini mencerminkan dinamika dalam menentukan awal Ramadan dan menciptakan variasi dalam praktek ibadah di kalangan umat Islam di Indonesia.
Keputusan yang diambil dalam sidang isbat akan memberikan arahan resmi kepada seluruh umat Islam di Indonesia mengenai kapan memulai ibadah puasa Ramadan. Meskipun terdapat perbedaan pendapat, penting untuk menjaga ukhuwah dan toleransi dalam menyikapi keragaman ini.
Sebagai momen sakral dalam agama Islam, awal Ramadan juga menjadi waktu refleksi dan peningkatan ibadah. Semua umat Islam diharapkan dapat menyambutnya dengan hati yang tulus dan tekad untuk memperbanyak amal ibadah, memperkuat ikatan dengan Allah, dan meningkatkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.
Seiring dengan berjalannya waktu, umat Islam di Indonesia akan menyaksikan hasil sidang isbat dan bersiap-siap menyambut Ramadan dengan penuh rasa syukur dan kesadaran spiritual. Kebersamaan dalam menjalankan ibadah puasa menjadi landasan utama untuk memperkuat hubungan dengan sesama dan mencapai puncak spiritualitas di bulan suci ini.
Walauun adanya Kontroversi Usulan Menag semoga Ramadan tahun ini menjadi momen yang penuh berkah, kebaikan, dan kedamaian bagi seluruh umat Islam di Indonesia.