CIBINONG | REPUBLIKNEWS – Kabar terbaru yang mencuat dari Kabupaten Bogor menyoroti permasalahan hukum yang melibatkan Kisah Kades Cidokom Tatang. Dalam rentang waktu 2023, sudah empat kepala desa yang terjerat masalah hukum di wilayah ini. Yang terbaru adalah Kades Cidokom Tatang, yang ditangkap atas dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) terkait dana bantuan keuangan infrastruktur desa atau Sami Sade.
Insiden ini menjadi sorotan masyarakat, terutama setelah sebelumnya Kades Tonjong Nur Hakim dan Kades Kranggan Adang juga terlibat dalam kasus serupa. Permasalahan ini semakin menegaskan kompleksitas dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintahan desa dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik.
Menurut Kasat Reskrim Polres Bogor, AKP Teguh Kumara, penahanan Kades Cidokom Tatang telah dilakukan sejak sebulan lalu atau pada bulan Desember tahun 2023. Dugaan korupsi yang menimpanya mencapai jumlah signifikan, dengan kerugian negara sebesar Rp615 juta, hasil dari audit atau pemeriksaan Inspektorat Kabupaten Bogor selama dua tahun anggaran terakhir.
Pasal yang akan dijeratkan kepada Kades Cidokom Tatang mencakup Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 8 dan Subsidair Pasal 3 jo Pasal 8 UU No. 20 tahun 2001 yang merupakan amendemen dari UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pasal yang diterapkan adalah Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 8 dan Subsidair Pasal 3 jo Pasal 8, disertai dengan Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Pelanggaran terhadap peraturan ini dapat mengakibatkan ancaman hukuman penjara dengan durasi maksimal selama 20 tahun. Ini menjadi sinyal keras bagi para pejabat desa yang terlibat dalam praktik korupsi.
Tidak hanya Kades Cidokom Tatang yang terlibat dalam kasus ini, sebelumnya Kades Tonjong Nur Hakim dan Kades Kranggan Adang juga terjerat kasus Tipikor. Kades Tonjong Nur Hakim diketahui menyebabkan kerugian negara sekitar Rp501 juta, sementara Kades Kranggan Adang dengan jumlah yang lebih besar, mencapai Rp1,2 miliar.
Sementara itu, Kades Hambalang Wawan Sudarwan ditangkap oleh Sat Reskrim Polres Bogor dengan tuduhan memalsukan akte tanah seluas 6,9 hektare. Kasus ini memiliki perspektif hukum yang berbeda, dijerat dengan Pasal 263 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman penjara selama 6 tahun.
Sejarah hukum Kades Cidokom Tatang juga mencuat pada Maret 2019, ketika rekaman video viral menunjukkan ajakan kepada warganya untuk memilih Calon Presiden-Wakil Presiden nomor urut 1 Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Kejadian ini mendapatkan perhatian Bawaslu Kabupaten Bogor pada waktu itu.
Ketika melihat rangkaian permasalahan hukum yang melibatkan kepala desa di Kabupaten Bogor, menjadi jelas bahwa tindak pidana korupsi menjadi salah satu ancaman serius. Kerugian negara yang terjadi akibat praktik korupsi ini memberikan dampak yang merugikan pada pembangunan dan pelayanan publik di tingkat desa.
Kompleksitas kasus ini juga membuka ruang diskusi tentang tantangan yang dihadapi oleh pemerintahan desa dalam menjalankan tugasnya dengan baik. Desa, sebagai unit pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat, seharusnya menjadi contoh integritas dan transparansi.
Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa menjadi krusial, karena itulah pintu utama di mana kebijakan dan program pemerintah disalurkan. Ketika kepala desa terjerat dalam kasus hukum, hal ini bukan hanya merusak reputasi individu tetapi juga menggoyahkan kepercayaan publik terhadap seluruh pemerintahan desa.
Pertanyaan pun muncul, apa yang mendasari maraknya kasus korupsi di tingkat desa? Apakah lemahnya pengawasan internal atau adanya celah dalam sistem akuntabilitas pemerintahan desa? Ini menjadi perhatian yang perlu dipelajari dan diperbaiki agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Langkah-langkah preventif dan peningkatan kesadaran hukum di kalangan kepala desa dan aparat pemerintahan desa menjadi sangat penting. Melalui pendekatan ini, diharapkan pemerintahan desa dapat menjadi garda terdepan dalam memberantas praktik korupsi dan membangun kepercayaan masyarakat.
Keberlanjutan pemberdayaan masyarakat dalam pengawasan terhadap pemerintahan desa juga menjadi kunci penting. Masyarakat yang memiliki pengetahuan dan kesadaran hukum akan lebih mampu mengidentifikasi tindakan korupsi dan melaporkannya kepada pihak berwenang.
Pentingnya transparansi dalam pengelolaan keuangan desa juga tidak dapat diabaikan. Laporan keuangan yang jelas dan mudah diakses oleh masyarakat dapat menjadi alat efektif untuk mencegah dan mendeteksi tindakan korupsi. Dengan demikian, partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan keuangan desa dapat menjadi tameng yang efektif terhadap praktik-praktik yang merugikan.
Dalam menghadapi tantangan ini, peran pemerintah pusat dan daerah dalam memberikan dukungan, bimbingan, dan pembinaan kepada pemerintahan desa menjadi sangat penting. Pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pemantauan kinerja pemerintahan desa dapat memperkuat ikatan antara desa dan pemerintah yang lebih besar.
Dengan berbagai langkah preventif dan peningkatan kesadaran, diharapkan masalah korupsi di tingkat desa dapat diminimalisir. Kades, sebagai pemimpin di tingkat desa, harus memahami bahwa mereka memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan keberlanjutan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan integritas dan transparansi, pemerintahan desa dapat menjadi pilar kuat dalam membangun negara yang adil dan berkeadilan.